- PENDAHULUAN
Sindrom
Patau yang ditemukan oleh K. Patau pada 1960, juga disebut trisomi
13, terjadi ketika seorang anak lahir dengan tiga kopi kromosom 13.
Biasanya, dua salinan dari kromosom diwariskan, satu dari
setiap orangtua. Kromosom ekstra yang menyebabkan kelainan fisik dan
keterbelakangan mental yang parah. Karena sebagian besar dengan cacat
jantung, umur dari bayi trisomy13 biasanya diukur dalam hari.
Bayi
normal biasanya mewarisi 23 kromosom dari setiap orangtua, dengan
total 46 kromosom. Namun, kesalahan genetik dapat terjadi sebelum
atau sesudah konsepsi. Di dalam kasus sindrom Patau, sebuah kesalahan
acak terjadi, dan embrio memiliki tiga kopi kromosom 13, bukan dua
salinan normal.
Trisomi
13 terjadi pada sekitar 1 dalam 12.000 kelahiran hidup. Dalam banyak
kasus, aborsi spontan (keguguran) terjadi, dan janin tidak dapat
bertahan hidup karna gejala yang sangat berat. Resiko trisomi 13
tampaknya meningkat karna usia si ibu, terutama jika ia lebih dari
30. Anak laki-laki dan perempuan sama-sama bisa menderita sindrom ini
dan terjadi di semua ras.
- SEJARAH SYNDROME PATAU
Pertama
kali Sindrom Patau ditemui oleh Erasmus Bartholin pada tahun 1657.
Oleh itu Trisomy 13 juga dikenali sebagai Sindrom
Bartholin-Patau. Namun Trisomy 13 lebih dikenali sebagai Sindrom
Patau berbanding Sindrom Bartholin-Patau kerana orang yang menemui
penyebab berlakunya Sindrom Patau adalah Dr Klaus Patau. Beliaulah
yang menemui kromosom yang lebih pada kromosom ke-13 pada tahun 1960,
dan beliau adalah seorang pakar genetik berbangsa Amerika yang
dilahirkan di Jerman. Sindrom Patau kali pertama dilaporkan berlaku
dalam sebuah puak di Pulau Pasifik. Menurut laporan kejadian tersebut
mungkin berpunca dari radiasi yang berlaku akibat ledakan ujian bom
atom.
- PENGERTIAN SYNDROME PATAU
Sindrome
patau merupakan penyakit kelainan genetik dengan TRISOMI 13 (47,
XX/XY + 13) serta memiliki jumlah kromosom 47 (45A+XX atau 45A+XY).
- PENYEBAB SYNDROME PATAU
Sindrome
patau disebabkan oleh trisomi 13 / bertambahnya satu kromosom pada
sepasang kromosom no 13 yang terjadi karena kesalahan dalam pemisahan
kromosom homolog atau non Disjunction selama proses meiosis.
Sesetengahnya pula berlaku disebabkan translokasi Robertsonian. Ibu
yang mengandung pada usia lanjut sangat beresiko sekali akan
mendapatkan keturunan sindrom patau pada bayinya.
- SIMPTOM SYNDROME PATAU
Kejadian
Sindrom Patau adalah lebih kurang 1 kes per 8,000-12,000 kelahiran.
Purata jangka hayat bagi kanak-kanak yang mengalami Sindrom Patau
ialah lebih kurang 2.5 hari, dengan hanya satu daripada 20
kanak-kanak yang boleh hidup lebih dari 6 bulan. Namun setakat ini
tiada laporan menunjukkan ada yang hidup sehingga dewasa.
- GEJALA / CIRI-CIRI SINDROME PATAU
- Insidensi Kelahiran : 1 : 20.000
- Fenotip :
- Bibir sumbing / bercelah
- Malformasi sistem saraf pusat (retardasi mental berat)
- Retardasi pertumbuhan
- Low set ears
- Memiliki garis simian
- Kelainan jantung bawaan
- Bibir sumbing atau langit-langitnya menjadi satu
- Otot menurun
- Ekstra jari tangan atau kaki (polydactyly)
- Hernia: hernia umbilikalis, hernia inguinalis
- Lubang, split, atau celah dalam iris (Koloboma)
- Scalp defects (absent skin) Cacat kulit kepala (absen kulit)
- Kejang
- Lipatan palmar tunggal
- Kelainan Tulang (anggota badan)
- Mata kecil
- Kepala kecil (microcephaly)
- Rahang bawah kecil (micrognathia)
- Kriptorkismus ( 1 atau 2 buah testis tidak berada di skrotumnya )
- Holoprosensefali
- Hipertelorisme
- Aplasia kulit
- Mikrosefali
- Microapthalmia,
- KOMPLIKASI YANG MUNGKIN TERJADI
- Kesulitan bernapas atau kurangnya bernafas (apnea)
- Keadaan tuli
- Masalah makan
- Gagal jantung
- Kejang
- Masalah penglihatan
Sekitar
82% dari bayi trisomi 13 meninggal dalam bulan pertama kehidupan
mereka, hanya 5-10% bertahan hidup sampai satu tahun. Anak-anak yang
bertahan hidup dari bayi membutuhkan terapi kesehatan untuk
memperbaiki kelainan struktural dan komplikasi yang terkait. Yang
bertahan hidup hingga dewasa sangat jarang. Hanya satu orang dewasa
yang diketahui selamat sampai usia 33 tahun.
- DETEKSI SYNDROME PATAU
Sindrom
Patau bisa dideteksi selama kehamilan melalui penggunaan
ultrasonografi, amniosentesis, dan pengujian lainnya. Pada bayi
kelainan bisa diketahui dengan memeriksa pola kromosom bayi. Namun,
sindrom Patau tidak dapat disembuhkan
- PEMERIKSAAN KROMOSOM
- Yang berisiko tinggi dalam terjadinya kelainan kromosom, antara lain:
- Orang dengan kelainan genetik kongenital (bawaan), yaitu ayah atau ibu yang membawa kelainan kromosom.
- Pembawa mutasi gen, seperti penderita hemofilia atau anaknya menderita thalasemia, albino.
- Mengalami keguguran berulang kali yang mungkin penyebabnya susunan kromosom tak seimbang.
- Memiliki anak dengan kelainan kromosom, sehingga perlu diselidiki apakah karena keturunan atau bukan. Untuk itu, perlu dilakukan analisa kromosom pada saudara-saudara dan ayah-ibunya.
- Memiliki anak retardasi mental / kebodohan tanpa diketahui penyebabnya.
- Memiliki anak dengan jenis kelamin diragukan (sex ambigua).
- Penderita leukimia dan tumor ganas.
- Suami-istri yang mengalami infertilitas.
- Wanita dengan amenore primer (tak pernah haid) serta wanita hamil usia di atas 35 tahun.
Dengan
demikian, mereka yang berisiko tinggi dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan kromosom.
- Adapun cara pemeriksaannya:
- Lewat darah karena dalam darah terdapat sel-sel limposit atau sel darah putih. Sel-sel inilah yang dikembangkan hingga mengalami pembelahan menjadi dua dan didapat kromosomnya.
“Darah diambil sebanyak 3 ml, lalu ditaruh dalam botol dan dicampur dengan media tertentu. Selanjutnya, ditaruh dalam inkubator dengan temperatur 37 derajat celcius. Setelah 3-4 hari, sel darah merah dihancurkan hingga tinggal sel darah putih yang kita pecah dengan hykotonic atau garam sampai menggembung, yang setelah kering akan pecah. Saat itulah keluar kromosomnya. Dari situ kita lihat, apakah ada kelainan.”
Cara ini dilakukan terutama pada indikasi:
- bila jenis kelaminnya diragukan (sex ambigua)
- wanita dengan manore primer (tak pernah haid)
- anak dengan kelebihan kromosom
- kasus leukimia dan tumor ganas
- retardasi mental atau kebodohan tanpa diketahui penyebabnya
- keguguran berulang kali serta infertilitas.
- Skrining janin melalui cairan amnion atau ketuban ibu hamil pada usia kehamilan 16-20 minggu.
Air
ketuban ini diambil 20 ml dan dimasukkan ke dalam tabung, lalu
diputar-putar hingga muncul endapan yang merupakan sel-sel janin.
Selanjutnya, sel-sel ini dimasukkan ke dalam botol dan dicampur
dengan medianya, lalu ditempatkan di tempat bersuhu 37 derajat
celcius. Makan waktu 2 minggu baru bisa memisah-misahkan
kromosomnya.
Pemeriksaan cara ini dilakukan apabila terdapat indikasi:
Pemeriksaan cara ini dilakukan apabila terdapat indikasi:
- wanita hamil di atas usia 35 tahun
- umur suami lebih dari 65 tahun
- bila ada anak atau saudara kandung dari janin yang mengalami cacat / retardasi mental
- ibu pernah mengalami keguguran lebih dari dua kali dan tak diketahui penyebabnya
- terdapat kecurigaan pada janin ada kelainan fisik, misalnya dari hasil USG diketahui lehernya tebal, mukanya mongoloid atau tangannya menggenggam
- dan bila janin ada tanda-tanda pertumbuhan terhambat.
Catatan
:
Terdapat
beberapa kondisi dimana wanita hamil tidak disarankan melakukan
amniosentesis. Salah satunya apabila volume air ketuban
terbilang sedikit (oligohidramnion). Apabila cairan ketuban ibu hamil
kurang, tentu saja tindakan ini menjadi berbahaya untuk dilakukan.
Walaupun
diduga bayi akan terlahir dengan cacat bawaan, pada kasus ibu hamil
yang ketubannya sudah pecah terlebih dulu tindakan amniosentesis
tetap tidak bisa dilakukan. Tetapi dapat dilakukan tindakan lain,
misalnya kordosentesis, dimana yang diambil adalah darah dari tali
pusat.
J.
REFERENSI
http://prianaliskesehatan.blogspot.com/2011/01/syndrom.html
http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/07/sindroma-patau-trisomi-13.html